Kamis, 12 Januari 2012

Harapan Baru Pemberantasan Korupsi


Opini ini dimuat di Jurnal Nasional, Kamis 12 Januari 2012

TAHUN 2011 telah berlalu. Kini bangsa Indonesia memasuki lembaran baru tahun 2012 dengan setumpuk harapan baru --terlebih dalam praktek pemberantasan korupsi. Maklum, sepanjang tahun 2011 tidak sedikit "permasalahan" bangsa yang masih meninggalkan debu dan setumpuk lumpur korupsi yang belum tertuntaskan -seperti kasus Bank Century, kasus Wisma Atlet, mafian pajak, dugaan korupsi proyek Hambalang bahkan sampai aktor di balik Nunun Nurbaetie terkait suap travel cheque dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom. 


Tetapi, "harapan baru" dalam tindak pemberantasan korupsi pada 2012 seperti mendapatkan "angin segar" setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendapat mandat dari negara sebagai polisi antikorupsi memiliki nahkoda baru; Abraham Samad --yang menggantikan Busyro Muqoddas pada penghujung tahun 2011-- dengan dikawal punggawa, seperti Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain, dan Busyro Muqoddas (yang memang belum habis masa jabatan). Di bawah kepemimpinan para punggawa baru KPK itu, kepercayaan publik kini disematkan. 

Tak pelak, kalau harapan pada KPK di bawah Abraham Samad pun mendapat "dukungan" -apalagi Abraham Samad pernah berjanji akan mundur kalau ia dalam satu tahun tidak berhasil memenuhi janji. Janji Abraham itu, tidak bisa dinafikan-- seakan menegaskan bahwa tahun 2012 adalah lembaran dan harapan baru bagi bangsa Indonesia dalam pemberantasan korupsi. 

Catatan Pemberantasan Korupsi 2011
Sepanjang tahun 2011, beberapa prestasi yang telah ditorehkan KPK memang tak bisa dipandang sebalah mata. Meski, sejumlah kalangan masih melihat KPK tebang pilih dalam menangani korupsi dan tidak berani menyentuh lingkaran kekuasaan, bahkan ada yang menuding KPK tidak independen karena ditengarai kerap diintervensi, dan bahkan catatan kelam terkait pembebasan koruptor --sebagaimana yang ditemukan Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa pada tahun 2011 terdapat 45 orang terdakwa kasus korupsi yang divonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Tanah Air, tetapi tidak harus peta keberhasilan KPK pada 2011 ditenggelamkan.

Pada tahun 2011, KPK berhasil menangkap Nazaruddin --mantan bendahara umum dari Partai Demokrat- (di Kolombia) yang jadi buron interpol setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Selain Nazaruddin, di penghujung tahun 2011, KPK berhasil menangkap Nunun Nurbaetie di Thailand atas bantuan polisi setempat. Penangkapan Nazaruddin dan Nunun Nurbaetie itu seakan jadi secuil bukti bahwa KPK berani menyentuh orang-orang di lingkaran kekuasaan. Maklum, Nazaruddin adalah orang penting di Partai Demokrat mengingat jabatan yang disandangnya adalah bendara umum. Sementara itu, Nunun Nurbaetie bukanlah orang bisa mengingat ia adalah istri dari Adang Dorodjatun --mantan Wakapolri-- yang masih memiliki pengaruh kuat di tubuh polri dan partai di balik Andang --yakni PKS.

Selain penangkapan dua orang penting itu, pada tahun 2011 KPK pun mencatat telah berhasil menyelamatkan aset negara yang mencapai Rp. 152.957.821.529.773.  Dalam laporan akhir tahun KPK memberikan perincian, bahwa jumlah tersebut terdiri atas penyelamatan potensi kerugian negara akibat pengalihan hak barang milik negara (BMN) Rp 532.198.228.000 dan penyelamatan keuangan negara dan kekayaan negara dari sektor hulu migas Rp 152.425.623.301.773. Dengan jumlah sebanyak itu, KPK telah membuktikan diri bawah peran dan amanat yang diemban dalam misi pemberantasan korupsi di Indonesia ini tidaklah sia-sia. 

Sebab, tidak sedikit kalangan yang menuding bahwa KPK telah menghabiskan banyak anggaran tetapi tidak berhasil mendapatkan target jika dihitung secara kalkulasi. Bahkan beberapa politisi sempat menggembor-gemborkan dengan kencang untuk membubarkan KPK --setelah dilihat dari hasil anggaran yang dikeluarkan tapi tidak menghasilkan pemberantasan korupsi yang maksimal. Padahal, tulis Bambang Soesatyo (2011) dana anggaran untuk KPK yang disetujui oleh DPR pada tahun 2011 Rp 574 milyar -naik lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang hanya mencapai Rp 398 milyar. Jadi, dari laporan akhir 2011 yang dikeluarkan oleh KPK, bisa dilihat dengan jelas bahwa KPK tidak lebih besar pasak daripada tiang.

Harapan Tahun 2012
Dengan terpilihnya Abraham Samad sebagai Ketua (baru) KPK, tahun 2012 bisa disebut sebagai lembaran baru pemberantasan korupsi di Indonesia. Pasalnya, janji yang diucapkan Abraham Samad untuk menitikberatkan pemberantasan korupsi kelas kakap telah meniupkan optimisme di benak banyak orang bahwa di bawah kepimpinanan Abraham, KPK akan mampu membuat gebrakan. Tetapi, pemberantasan korupsi tidak cukup hanya lewat janji. Karena itu, pada tahun 2012 ini, Abraham Samad harus memenuhi janjinya. Sebab jika tidak dapat memenuhi janji yang telah dia ucapkan, maka ia harus rela mundur. Dan pilihan mundur jika tidak berhasil itulah, yang menjadi harapan baru bagi keberadaan KPK pada 2012 ini.

Pada sisi yang lain, pada tahun 2012 pemerintah sendiri sebenarnya tidak main-main dalam upaya pemberantasan korupsi. Komitmen itu dibuktikan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan, dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Inpres ini adalah lanjutan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. 

Dalam dua Inpres ini Pemerintah mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Dari keenam (6) strategi itu, antara lain Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan. Memang, target Impres yang meliputi enam (6) strategi itu tidak bisa sepenuhnya diwujudkan pada tahun 2012. Setidaknya, target itu diperkirakan baru terwujud pada 2014 dengan harapan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia mencapai angka 5,0.

Tak pelak, kalau tahun 2012 ini bisa disebut sebagai lembaran baru bagi penataan "bangunan yang kuat" untuk pemberantasan korupsi di Indonesia. 

*) N. Mursidi, peneliti pada Al-Mu`id Institute, Lasem, Jawa Tengah

Tidak ada komentar: