Minggu, 16 Desember 2007

Kapan Kau Jadi Penulis Skenario?

"KAPAN kau akan jadi penulis skenario? Kau jangan sesumbar, dan omong besar tanpa pernah ada bukti! Aku selalu mendengar mulut busukmu, kau selalu melontarkan kritik bahwa sinetron di Indonesia ini tak bermutu, tetapi anehnya aku tak pernah melihat kau menulis skenario dan ditayangkan di sebuah stasiun tv apalagi difilmkan!" cemoohmu saat aku kembali bicara soal sinetron dan film dengan menggebu-gebu meski aku ini bukan seorang penulis skenario.



Kini aku merasa cemoohanmu itu telah menyentuh jurang hatiku. Sebelas tahun sudah, aku menulis -belajar otodidak- sejak kuliah semester satu (mulai menulis resensi buku, resensi film, puisi, opini, esai dan cerpen di sejumlah media massa) dan sekarang aku ingin membuktikan padamu, bahwa aku tak sekadar omong besar. Aku ingin menulis genre lain, skenario sinetron atau film.

Jelas aku tak mau kau menganggapku mulut besar maka untuk membuktikan omonganku itu, pada bulan November lalu aku telah meluangkan waktu untuk ikut kursus skenario 24 Jam di Bengkel Sastra Pamulang. Kursus skenario 24 jam itu aku ikuti dengan jadwal enam pertemuan. Kini, kursus itu sudah kelar. Aku pun belajar banyak dari pemateri seperti Mas Imam Salimy, Zaenal Radar T, Mas Iip dan pak Naijan Lengkong. Tak pernah terbayangkan, kalau dalam kursus itu, aku bisa berkenalan dengan para penulis skenario senior mendapatkan cerita-cerita menarik seputar pengalaman menulis skenario, menawarkan sinopsis dan kepuasan setelah skenario yang digarap kemudian ditayangkan di televisi.


Belum Beruntung
Tentu, cerita dan pengalaman itu membuatku terpatuk. Maka, ketika aku (bersama delapan peserta lain: Ovyanti, Budi Sabarudin, Muhammad Shodiq, Eko Muchayat, Erni Suprihatin, Rohimah, Heni Puspitasari dan Dedi Sutrisna) magang di BSP dan ditawari untuk mencoba mengajukan sinopsis cerita Si Entong --yang ditayangkan di stasiun TPI- maka aku pun menggangguk setuju. Permintaan untuk mengajukan lima sinopsis cerita Entong itu, kuserahkan akhir pertemuan kursus (29 November 2007) dengan sejuta harapan. Tapi karena aku orang baru di dunia skenario, maka kuanggap wajar kalau lima sinopsis yang aku ajukan itu hanya 1 sinopsis (bersama 1 sinopsis Dedi dan 1 sinopsis Ovyanti) yang disetujui BSP, kemudian diajukan ke TPI.

Agak lama, tak ada kabar dengan sinopsis itu. Tetapi setelah menunggu hampir setengah bulan kabar sinopsis itu akhirnya datang. Lewat sebuah email, Mas Imam Salimy memberi kabar yang sudah biasa kuterima selama sebelas tahun aku "mempertaruhkan hidupku" dalam dunia kepenulisan di sejumlah media massa, bahwa sinopsisku tidak diterima. Sebuah "kabar klasik", yang jelas tidak enak aku dengar karena sinopsisku ditolak TPI (dari sembilan peserta, akhirnya TPI hanya menerima sinopsis dari Ovy dan Dedi).

Jujur, kabar tak enak itu sudah seringkali kuterima. Aku tidak kaget. Jadi aku tak kecewa. Justru aku termotivasi untuk tertantang selalu dan ingin membuktikan bahwa aku suatu saat nanti, pasti akan bisa. Dan, semua itu harus aku mulai dari sekarang. Makanya, aku ingin mengajukan sinopsis cerita Entong lagi... lagi dan lagi. Mungkin sampai TPI bosan.

Sayang belakangan ini kantor tempatku bekerja lagi digoyang duka. Tak terbayangkan olehku, jika kebangkrutan di tempat kerjaku, ternyata menghantam ulu hati semua karyawan, termasuk aku. Akibatnya, sampai detik ini aku belum bisa membuat sinopsis baru untuk kuajukan ke TPI lagi. Aku terpuruk. Aku lagi diselimuti kabut duka! Kantorku pindah akibat kebangkrutan yang tak terampuni dan seluruh pekerjaanku jadi terbengkalai lantaran tegangan listrik di kantor baru tak kuat menanggung beban berat dengan banyak komputer.

Akan Kupenuhi Janjiku
Padahal kini aku masih menanggung 5 tulisan yang belum aku selesaikan dan dikejar deadline. Makanya, aku memutuskan untuk segera menyelesaikan lima tulisan itu di kontrakanku. Kalau, lima tulisan itu segera rampung, tentu aku akan bisa mengajukan sinopsis baru untuk serial sinetron si Entong. Aku harus bisa jadi penulis skenario! Itu janjiku kepadamu, kawan. Aku tidak ingin kamu akan terus-terusan menganggapku sang mulut besar! Maka, aku harus membuktikan kepadamu, untuk menulis skenario sejak sekarang ini, mumpung ada tawaran yang ada di pelupuk mata dan jaringan yang bisa menyalurkan skenarioku, tentu saja setelah sinopsisku nanti disetujui.

Sudah seminggu ini aku berusaha keras dan berjanji akan menyelesaikan lima tulisan yang jadi tanggung jawabku itu. Tetapi lima tulisan yang menjadi bebanku itu, ternyata baru aku selesaikan satu. Padahal aku dikejar deadline. Di sisi lain, waktu magang di BSP kian sempit karena jadwal magangku berakhir Desember ini. Aku tidak tahu! Apa jadinya, kalau sampai akhir Desember nanti, ternyata "tidak ada satupun dari sinopsisku" yang diterima TPI. Aku tidak mau itu terjadi!

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengurung diri di dalam kamar. Jadwal untuk pelesir ke Bandung, akhirnya kubatalkan. Dalam waktu tiga hari ini, aku akan berusaha keras untuk menyelasaikan empat tulisanku yang tersisa lalu mau tak mau, aku harus mengajukan sinopsis. Karena kalau sampai aku tak bisa, aku takut kau menuduhku lagi dengan sebutan "si mulut besar" yang hanya mengumbar janji! Jelas, aku tidak ingin mendengar cemoohanmu itu lagi!

Pahit tahu?!? Hatiku teramat pedih ketika kau mencibirku jika aku ini hanya omong besar. Maka aku harus membuktikan padamu, kawan! Akan kubuktikan, dan nanti kau pasti akan tercengang dengan kemauan-ku yang tak mengenal putus asa. Tak mudah menyerah!

"Tetapi kapan?" tanyamu meragukan kesungguhanku, ketika terakhir kali aku bertemu denganmu dan aku sempat bercerita bahwa aku sudah ikut "pelatihan kursus skenario 24 jam".

Aku memang tidak dapat menjawab, saat kau melontarkan pertanyaan itu. Tetapi, aku sudah berusaha ikut kursus dan juga mengajukan sinopsisku ke TPI. Kalau hingga detik ini, aku belum beruntung, bukan berarti hari esok, aku tak mujur lagi! Sebab sepulang dari kontrakanmu itu, aku digelayuti kemauan keras dan harapan yang menyala-nyala. Obor pertanyaan kamu itu justru menjadi ruhku untuk terus berjuang dan bekerja keras agar aku tak kau anggap si mulut besar lagi lantaran aku pernah berjanji ingin jadi penulis skenario.

Untungnya, kamu sudah mengenalku lama sehingga kamu tahu bahwa setiap ucapan yang keluar dari bibirku adalah sebuah janji. Aku tak pernah melupakan pesan Gandhi, "Jangan terburu-buru berjanji. Karena, sekali kamu mengucapnya, kamu harus memenuhi janjimu itu dengan seluruh hidupmu."

Kini aku sudah terlanjur "mengucap janji" padamu bahwa aku ingin jadi penulis skenario. Maka aku akan memenuhi janjiku itu, dengan seluruh hidupku! Aku akan memenuhi janjiku itu, dengan "sepenuh cemoohanmu" yang telah menjadi obor bagiku! ***

Cibubur, 15 Des 2007

1 komentar:

Editor mengatakan...

berjuang terus, bung...salut juga dengan semangatnya. memang untuk jadi penulis sakti mandraguna harus terus berjuang...taklukkan semua tantangan...