Selasa, 11 Desember 2007

Hasrat Membunuh untuk Sebuah Aroma

Resensi ini dimuat di KOMPAS, Minggu 18 Juni 2006


-----------------------------------------
Judul buku : Perfume; The Story of a Murderer
Pengarang : Patrick Suskind
Penerbit : Daslan Books, Jakarta
Cetakan : Pertama, Maret 2006
Tebal buku : 428 halaman
------------------------------------------

KESAN yang biasa dijumpai saat membaca novel thriller adalah suasana kecemasan dan ketercekaman. Tetapi, kenapa masih tetap saja ada pembaca yang "gandrung" suasana semacam itu padahal akan membuat bulu kuduk berdiri dan dicekam "ketakutan" saja? Mungkin, jawabnya karena rasa ketakutan yang dicipta pengarang masih sebanding lurus atau bahkan masih dikalahkan oleh rasa ingin tahu pembaca yang "menggebu-gebu" untuk mengetahui ending cerita.


Akibatnya, suasana seperti bau busuk, leleran darah dan kekejaman pembunuhan dirasa tak perlu lagi ditakuti. Rasa penasaran sudah mengalahkan ketercekaman. Justru pembaca seakan dibaluri ketertarikan aneh yang tak bisa dijelaskan dengan mudah, karena rasa ingin tahu ending cerita kerap membungkam kengerian itu. Karenanya, jika novel thriller tak berpretensi menciptakan keterpesonaan seperti itu, pasti akan gagal memikat pembaca. Tak mustahil, novel tersebut akan dibuang di kolong ranjang karena hanya mencipta ketakutan semata.

Novel Perfume ini tak saja memenuhi kriteria novel thriller seperti di atas, melainkan telah melampaui serangkaian tetek bengek yang biasa ditemui dalam novel thriller pada umumnya. Suskind mampu merubah ketercekaman pembunuhan dengan menggabungkan fantasi yang cerdas akan gagasan seputar aroma, hasrat membunuh dan seni. Hasilnya, novel Perfume ini serasa tak mencekam. Bahkan novel ini merupakan debut penulisan yang luar biasa, menggetarkan dan mengagumkan. Tak pelak, jika novel ini mampu terjual lebih dari 15 juta kopi dan menjadi international bestseller.

***

DILAHIRKAN dari rahim seorang pelacur, Grenouille sudah menderita sejak lahir. Ia lahir di tempat sampah, tak jelas siapa ayahnya. Sang ibu sendiri tak menghendaki ia lahir dan sempat mau membunuh bayi yang lahir tanpa bau itu setelah mengejan kesakitan. Untung, bayi itu menangis. Orang segera tahu. Ibu Grenouille pun dipancung. Karena tak punya orangtua, ia diasuh dalam perlindungan biara Saint Merri.

Tetapi, nasib tragis selalu menyertai Grenouille kecil karena tidak ada perempuan yang mau menyusuinya, kecuali Madame Gaillard, seorang wanita yang mati rasa. Di bawah asuhan Gaillard, dia tumbuh pesat. Meski lahir tanpa bau, anehnya ia memiliki penciuman "luar biasa". Ia mampu memahami lingkungan berdasarkan bau dengan daya ingat kuat dan imajinasi liar tentang aroma. Di usia 8 tahun, Gaillard menjual Grenouille pada Grimal --dipekerjakan sebagai penyamak.

Kelebihan Grenouille mencium bau, membuat Giuseppe Baldini membelinya dari Grimal. Dari Baldini itulah, ia belajar tentang parfum dan mewarisi seni meramu minyak. Kelebihan indra mencium, membuat Grenoille melebihi Baldini. Usia 18 tahun, dia menempuh perjalanan ke selatan untuk belajar teknik penyulingan. Sempat 7 tahun hidup di gua, akhirnya ke Pierre Fort, Mautpellier dan di Grosse untuk bekerja pada Madame Arnulfi. Di Grosse itu, keinginannya untuk merevolusi aroma demi meramu "parfum" hebat kembali ia temukan --sebagaimana dia endus dari bau nan elok seorang perawan yang ia bunuh di jalan Marais dulu. Akibatnya, aroma gadis itu menumbuhkan hasrat untuk membunuh demi sebuah parfum.

Tapi, untuk meramu parfum yang ia cita-citakan itu, Grenouille tak hanya butuh aroma satu perawan melainkan duapuluh lima perawan. Dua puluh empat perawan sudah ia bunuh, tinggal perawan berambut pirang Laure yang harus ia tunggu sampai berumur 16 tahun. Tapi gadis itu dijaga ketat oleh sang ayah, Antoni Rechis. Tidak mau gadis semata wayangnya itu mati menjadi parfum, Rechis memilih mau menitipkan Laure (saat berumur 16 tahun dan seminggu lagi akan menikah) ke biara Saist Honorat. Di luar dugaan, Grenouille berhasil membunuh Laure ketika gadis itu menginap di sebuah hotel. Karena ulah Grenouille meninggalkan jejak, ia tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Hukuman mati buat Grenouille pun tiba. Tapi, keajaiban terjadi. Sesaat, sebelum Grenouille dieksekusi, sepuluh ribu penonton justru merasa tak yakin jika ia itu pembunuh 25 perawan. Rupanya, dibalik ketidakpercayaan itu, ia melaburi tubuhnya dengan aroma "25 perawan" yang dia racik untuk menumbuhkan rasa cinta. Tak pelak, sepuluh ribu penonton dijerat "rasa cinta" pada Grenouille. Dan hasilnya, efek parfum itu membuat sepuluh ribu penonton disarati aroma penuh nafsu yang kemudian menghantarkan penonton melakukan pesta seks.

Grenouille bebas. Tetapi, hati Grenouille justru tidak menemukan kebahagian cinta seperti itu melainkan lebih suka dibenci. Ia lalu pergi ke Paris dan sesampai di sebuah kuburan, ia membaluri tubuhnya dengan aroma 25 perawan lagi. Tapi, di sini ia tak mendapat rasa cinta, melainkan keinginan 30 gelandangan yang mengoyak tubuhnya karena berhasrat untuk memiliki sebagian tubuh Grenouille.
***

HASRAT membunuh memang beraneka ragam. Tapi yang membuat novel Suskind ini memikat justru keunikan dari motif membunuh Grenouille demi sebuah aroma. Tak pelak, dari sisi keunikan itu mengantar Suskind layak diajungi jempol. Suskind mampu merangkai ide tentang aroma cukup detail, hasrat membunuh yang muskil dan efek parfum yang melahirkan cinta. Novel ini pun, dari segi gagasan sudah mengundang decak kagum.

Lebih dari sekadar gagasan unik itu, novel karya pengarang yang kini tinggal di Munich ini, juga memiliki beberapa kelebihan. Pertama, didukung riset memadai soal aroma sebagai gagasan untuk melengkapi alur yang mengalir lancar dan menohok. Jadinya, novel ini tak semata-mata sekadar cerita biasa. Kedua, meski memilih alur cerita linier toh novel ini tetap menarik dan tak membosankan. Karena Suskind amat lihai berkelana dengan pencapaian estetis.

Ketiga, karakter dan perubahan tokoh cerita digambarkan dengan "kuat". Dari lahir hingga meninggal, ada konsistensi cukup kuat dari keteguhan Suskind dalam menceritakan "kebencian hidup" Grenouille. Tak salah, sejak awal kisah (bisa ditelisik dari kebahagian Grenouille yang bisa menikmati kebencian) sampai kematian Grenouille, ada korelasi kuat novel ini yang menegaskan sifat Grenouille yang aneh. Keempat, suspense yang dicipta pengarang tak pernah terduga-duga. Akibatnya, suspense itu menjadikan novel ini memiliki greget yang menggetarkan.

***

SEBUAH novel memang karya fiksi yang dikembangkan dari racikan imajinasi. Tetapi bukan berarti pengarang bebas bercerita tanpa tatanan konsep. Justru dengan penataan itu, keterpelesetan dapat dihindari agar tak terjebak dalam lubang. Apalagi dalam novel thriller, suspense jadi "tuntutan" cerita.

Dalam novel Perfume ini, suspense akan rasa cinta sepuluh ribu penonton eksekusi, mungkin terlalu berlebihan. Akibat efek parfum, sepuluh ribu orang bisa terpesona dan mengakibatkan dia tak jadi dieksekusi. Juga, soal parfum racikan 25 perawan itu yang tiba-tiba membaluri tubuh Grenouille. Padahal, selama di bui itu ia dijauhkan dari barang yang mengakibatkan ia bisa bunuh diri. Dari mana Grenouille tiba-tiba "melaburi" tubuhnya?

Terlebih lagi, kematian Grenouille yang dikisahkan Suskind dikeroyok gelandangan terlihat bertolak belakang dengan aroma yang disarati cinta yang sebelumnya membuat Grenouille selamat. Kendati demikian, suspense itu tetap menohok. Sebab logika novel thriller memiliki keunikan tersendiri. Dan misteri Grenouille sejak awal sudah mengundang "kekaguman". Jadinya, novel ini mirip sebuah tour de force yang elok dan mencengangkan. ***

*) n mursidi, cerpenis, wartawan

Tidak ada komentar: