Sabtu, 05 Mei 2012

Dua Kisah Cinta

cerpen ini dimuat di Tabloid Cempaka, 5-11 Mei 2012

SEMINGGU yang lalu, aku mendapatkan undangan pernikahan berwarna kuning muda yang tergeletak di atas meja kerjaku, tepat pukul sembilan pagi tatkala aku tiba di kantor. Semua orang di kantor heboh, dikejutkan dengan kehadiran undangan pernikahan di meja masing-masing -yang datang tidak terduga itu. Sebuah undangan pernikahan yang datang dari pimpinan kami.

Aku merasa tak perlu membuka undangan itu, karena aku sudah tahu kapan pesta pernikahan itu akan dilangsungkan. Tapi dengan gamang, aku memasukkan undangan pernikahan itu dalam laci mejaku karena aku tahu, undangan pernikahan itu akan menjadi penutup cerita dari potongan-potongan kisah yang akan aku ceritakan di bawah ini.

Kota C, 15 Agustus 2009
Mandala duduk termangu di sudut teras Grage Mall. Sepasang mata Mandala menatap orang-orang di jalan raya, tepat di depan Grage Mall. Sudah lima menit yang lalu, dia tiba di tempat itu. Tetapi Sasa, gadis yang ia kenal dari dunia maya itu tidak juga muncul dari balik kerumunan orang. Jantung Mandala mulai disergap cemas. Dada Mandala mulai berdebar, dan bergemuruh bagai diterjang ombak. Ia merasa seperti patung yang menunggu sosok bayangan gadis yang tak pernah ia lihat secara langsung seumur hidupnya. Hanya berbekal beberapa lembar foto yang dikirimkan oleh Sasa, siang itu, Mandala mulai menggambarkan sosok yang akan ia temuinya di tempat itu.

Sepuluh menit telah berlalu. Dada Mandala serasa ditikam resah. Sasa belum muncul dari kerumunan. Mandala mengeluarkan handphone dari sakunya dan menimang-nimang benda mungil itu. Sebuah pesawat yang bisa meregangkan syarafnya, jika ia tahu keberadaan Sasa sehingga ia tak menunggu lama serupa patung.

Sebelas menit telah berlalu. Mandala menatap jam di pergelangan tangannya. Dia geleng-geleng kepala, tak ingin jadi arca yang menunggu dengan kaku. Maka, ia segera menelpon Sasa.

"Aku sudahdi tempat yang kita janjikan! Kau di mana?"

"Aku tak jauh dari tempatmu!" jawab Sasa.

"Kau jangan bercanda...!"

"Jika kau tidak percaya, sekarang kau boleh menoleh! Maka, kau akan menemukanku di belakangmu!" jawab Sasa dengan mengulum senyum.


Pesawat seluler masih menempel di telinga Mandala. Tanpa berkata-kata, dia menoleh --menuruti saran Sasa. Tak menduga jika Sasa sudah berdiri tepat di belakang Mandala.

Keduanya tersenyum. Tapi Mandala sungguh merasa malu. Dia tak akan pernah melupakan pertemuan pertamanya dengan Sasa di teras Grage Mall itu sampai kapan pun. Disergap gugup dan malu, Mandala menawari Sasa untuk mencari makan di Grage Mall dengan harapan bisa mengobrol lebih jauh.

"Kau menyesal setelah ketemu denganku, ternyata aku tidak seperti yang kau bayangkan. Aku jelek dan tidak pandai," tanya Sasa memecah kebisuan, di saat keduanya makan.

"Tidak! Kau cantik, bahkan jauh lebih cantik dari fotomu," jawab Mandala.

Tapi dalam hati, Mandala tak menemukan desir dan gelombang halus yang membuatnya terpikat. Sasa merasa pertemuan pertama itu kaku. Beku serupa dua orang asing yang kebetulan duduk berhadapan.

"Aku berharap, pertemuan ini tidak menjadi pertemuan terakhir buat kita. Jika sempat, besok aku akan menemuimu lagi sebelum aku balik ke Jakarta. Tapi, malam ini aku nginap di Indramayu," ucap Mandala sebelum keduanya meninggalkan Grage Mall.
   
Kota C, 16 Agustus 2009
Sebelum balik, siang itu, Mandala bertemu kembali dengan Sasa di Grage Mall. Mandala mengajak Sasa melihat-lihat buku di Gramedia. "Buku itu akan membuka mata kita untuk melihat dunia. Selama ini, kamu sudah pernah membaca buku apa?"

Sasa tergeragap, tak pernah membayangkan akan mendapatkan pertanyaan itu. Sasa hanya membalas dengan sebuah senyum. Senyuman yang pahit.

Siang merambat pelan. Sasa kemudian mengantarkan Mandala ke stasiun untuk balik ke Jakarta.

Sungguh, sore itu merupakan sore yang meresahkan. Mandala merasa harapannya untuk dapat merajut kisah lebih jauh terhalang kabut. Dia menyimpullan, Sasa hanya cocok menjadi teman. Dia pun kembali ke Jakarta dengan hati yang lelah.

Kota C, 20 Ramadhan 1430
Malam itu, Sasa merebahkan diri di atas ranjang. Sejak Sasa mengantar Mandala ke stasiun di sore yang meresahkan itu ia tak lagi mendapatkan kabar dari Mandala. Sasa menyimpulkan Mandala tak ingin hubungan itu berlanjut. Maka, ketika mantan kekasih Sasa mengajaknya kembali merajut hubungan cinta yang sempat retak, ia menerima dengan tanpa ragu. Di hati Sasa, dia masih menyimpan setumpuk kenangan dalam sekeping ingatan di masa lalu yang tak mudah dilupakan.
   
Kota C, 23 Ramadhan 1430
Sasa bagai disambar petir, ketika malam itu ia menerima telepon dari seorang perempuan yang tiba-tiba mencaci maki dan mengumpatnya. Perempuan itu mengaku sebagai pacar dari kekasih Sasa. Sasa dituduh sebagai orang ketiga yang telah merusak hubungan keduanya. Sasa bagai dihimpit batu besar yang menyesakkan dada. Ia tak kuat menanggung derita dan hinaan itu.

Iseng, malam itu, Sasa mengirim sms ke Mandala. Tak diduga oleh Sasa, ia mendapatkan jawaban yang cukup menentramkan. Sebuah jawaban yang bisa mengganti malam berubah jadi pagi. Ada secercah sinar lembut yang merambat di hati Sasa, lantaran Mandala bisa mengisi relung di hatinya. Ia yang tak bernafsu makan selama tiga hari, karena merana seperti telah menemukan angin segar yang berhembus pelan-pelan  menyuktikkan energi baru.

Sasa pun kembali dekat dengan Mandala. Hati Sasa bagai diguyur salju, tatkala dengan Jujur Mandala menelepon dan mengaku bahwa bayangan Sasa tak bisa ditepis dari malam-malam panjang yang dilalui Mandala. Apalagi, setelah Mandala suatu hari bermimpi  melihat Sasa berpakaian seperti Cinderella yang kemudian dia bawa pulang ke rumahnya untuk diperkenalkan kepada kedua orangtuanya.

Mimpi itu pun membuat Mandala mantap untuk merajut hubungan lebih dekat dengan Sasa.    

Kota C, 27 Ramadhan 1430
Ini memang mirip sebuah mimpi. Sasa tak mengira kalau keakraban yang baru dirajut dengan Mandala mengantarkan sebuah kejutan yang tak pernah dia bayangkan. Sebelum Sasa beranjak tidur, sebuah pesan singkat dari Mandala membuat hati Sasa bagai digulung gelombang. "Di malam 27 Ramadhan yang penuh berkah ini, aku mantap menjadi pelipur lara, bahkan siap menghapus air matamu dari rentetan duka di masa lalumu. Aku mantap memilihmu menjadi pendampingku." 

Pesan pendek itu membuat Sasa tak bisa tidur. Ia merasa semua itu bagai mimpi...

Kota C, Seminggu Selepas Lebaran 1430
Sasa tak menduga, kalau selepas Lebaran Mandala muncul dengan tiba-tiba di rumahnya. Sasa kembali terpukau melihat kembali sosok lelaki itu di hadapannya. Lebih terpukau lagi, ia merasa dirinya bagai hidup dalam sebuah mimpi ketika ia memandang takjub kemilau bros mutiara yang dihadiahkan Mandala kepadanya. Sebelum pamit pulang, Sasa dilamar oleh Mandala.

Hati Sasa berbunga-bunga. Ketika Sasa melepas kepergian Mandala balik ke Jakarta, ia melihat bunga di pekarangan rumahnya bermekaran. Ia sadar, itu bukan mimpi...
                    ***   
       
HARI ini, Mandala dan Sasa melangsungkan pernikahan. Semua orang kantorku, berangkat ke rumah Sasa untuk menghadiri pesta pernikahan pimpinan kami itu. Dari awal, aku sudah berencana pergi dengan seorang teman yang dahulu pernah kerja sekantor denganku membawa mobil pribadinya. Tapi, rencana itu tiba-tiba gagal. Temanku tak bisa pergi.

Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi kalau teman-teman kantorku tahu jika kakak perempuan Sasa itu dulu pernah menjadi kekasihku. Ya..., di rumah Sasa yang sekarang menjadi tempat pesta pernikahan itu, aku dulu kerap bertandang dan merajut kisah. Tak mustahil, teman-teman di kantor akan menuduh bahwa ketakhadiranku di pesta pernikahan Mandala dan Sasa hari ini, ada hubungannya dengan kisah masa laluku. Padahal, aku bisa saja pergi ke pesta itu naik kereta atau ikut rombongan bus.

Tetapi aku benar-benar tidak bisa pergi naik kereta atau bus. Aku lagi dihimpit kesusahan. Efri Aditia, seorang teman di kantor yang bertubuh gemuk dan cukup akrab denganku memang telah menolongku di saat-saat genting itu. Tetapi, aku tak bisa menggulung waktu. Semua telah berlalu. Maaf kawan, jika aku tak bisa hadir di pesta pernikahanmu. Celakanya, aku hanya bisa memberi kado di hari pernikahanmu dengan cerita ini.***

Kado Pernikahan buat M-oes   
Condet, 13 Desember 2009

*) N. Mursidi, cerpenis kelahiran Lasem, Jawa Tengah. Beberapa cerpennya dimuat di sejumlah media massa, seperti di Kompas, The Jakarta Post, Suara Pembaruan, Republika, Jurnal Nasional, Sinar Harapan, Seputar Indonesia, Suara Karya, Tabloit Nova, Majalah Anggun, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Tribun Jabar, Surabaya Post, Surya, Batam Pos, Lampung Post, Bengawan Pos, Tabloid Cempaka dan Solo Post. Selain menulis cerpen ia juga bekerja menjadi wartawan sebuah majalah di Jakarta. Kumpulan cerpennya yang sudah terbit “Dua Janji” (2010).


Tidak ada komentar: