KETUA Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie kembali melontarkan pernyataan kontroversial. Bahkan, kali ini ia membuat kalangan alumnus Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM) gerah. Sebab, dalam diskusi Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia di Universitas Indonesia, Depok (Senin, 7/5/2012), politisi dari Partai Demokrat itu mengatakan, "Koruptor adalah orang-orang pintar. Mereka bisa dari anggota ICMI, anggota HMI, lulusan UI, UGM, dan lainnya."
Rupanya, ucapkan Marzuki Alie itu menuai perdebatan dan ditanggapi secara sinis. Sebagai public figure, Marzuki Alie seharusnya bersikap bijak, bukan justru menimbulkan kehebohan. Bahkan, mahasiswa program doktor UI, David Tobing, tak terima tudingan Marzuki Alie dan mendaftarkan gugatan terhadapnya yang dinilai mendiskreditkan perguruan tinggi--terlebih UI.
Tetapi bagi Marzuki, tidak ada yang salah dengan pernyataannya. Jika pernyataannya itu ditanggapi nyinyir, dia menganggap pidatonya tidak dipahami secara utuh. Justru, dia menyampaikan kritik membangun bagi masa depan Perguruan Tinggi. Maka, dia pun heran.
Mengumbar Kontroversi
Marzuki Alie memang bukan sosok yang asing dalam belantika perpolitikan di Indonesia. Apalagi dia tergolong politisi senior dari Partai Demkokrat. Selain itu, yang membuat "nama" Marzuki Alie semakin melambung dan kerapkali dimintai pendapat, tak lain lantaran dia menduduki posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tapi pendapat atau tanggapan yang dikemukakan Marzuki Alie tak jarang mengundang sebagian orang terheran-heran, bahkan dibuat jengah. Sebab, Marzuki Alie kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Sejak menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, setidaknya Marzuki memang sosok fenomenal. Kurang lebih dua tahun lalu, tepatnya 27 Oktober 2010, tatkala Mentawai diguncang tsunami, dengan lucu Marzuki justru memberi komentar tak sedap, "Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal di pantai."
Tak selang lama, 17 Februari 2011, ketika anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri dan membawa serta istrinya, Marzuki Alie menanggapi cibiran publik dengan berkomentar, "Laki-laki sifatnya macam-macam. Ya, perlu diurus untuk minum obat (atau) pengin hubungan dengan istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tak menggunakan uang negara."
Belum ada satu bulan, Marzuki kembali membuat pernyataan yang membuat dada sebagian orang sesak. Dalam menanggapi kasus yang mrenimpa tenaga kerja wanita di luar negeri, dia tak berpihak malah berkomentar sinis, "PRT TKW itu membuat citra buruk. Sebaiknya tidak kita kirim karena memalukan."
Meski berkali-kali mengundang cibiran terkait penyataannya yang dianggap kontroversial, Marzuki bergeming. Bahkan, ketika rencana pembangunan gedung baru DPR mendapat protes keras dari publik (9 Mei 2011), dengan sarkastis menanggapi bahwa "DPR ini bukan ngurusin gedung tetapi rakyat. Jika saudara-saudara tanya soal gedung terus, DPR tak ada lagi, ngurusin gedung saja."
Setelah itu, 13 April 2011, ketika hama ulat bulu menyerang Jakarta, dia kembali membuat statemen kontroversial. "Saya dengar, (serangan hama) ulat bulu sampai ke Jakarta. Itu peringatan Tuhan." Saat berita korupsi mendera Partai Demokrat dan kemudian terungkap skandal megakorupsi yang dilakukan oleh Nazaruddin (mantan Bendahara PD), dengan lugu dia berseloroh, "Jadi kita maafkan semuanya. Capek kita ngurusin masa lalu terus."
Bahkan, Marzuki tak segan-segan untuk membubarkan KPK, "Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK bedol desa, atau lembaganya dibubarkan saja." Pendek kata, Marzuki mengusulkan agar koruptor dimaafkan, asal dana koruptor yang ada di luar negeri masuk ke kas negara dan dikenakan pajak.
Marzuki memang tak henti-henti membuat kontroversi. Pada 21 Desember 2011, ketika Fitra mengkritik anggaran DPR yang dianggap besar karena mencapai Rp69 miliar sekadar untuk renovasi gedung, lagi-lagi Marzuki berkomentar lugu. "Kalau tidak mau keluar biaya, kita tidur saja. Gampang."
Komunikasi Politik
Tapi, terkait pernyataan Marzuki yang dinilai kontroversial, tak jarang dia justru dibuat heran dengan tanggapan dan tudingan yang dialamatkan kepadanya. Dia kerap merasa ucapannya sering dipelintir dan dikutip secara tidak utuh. Tak heran jika Marzuki Alie kerap berang karena dia merasa apa yang dilontarkannya telah dipolitisasi.
Tapi, jika memang kerap dipolitisasi dan dikutip tidak utuh, kenapa bisa sampai hal itu terjadi berkali-kali? Kenapa Marzuki seperti tak henti-henti mengeluarkan pernyataan kontroversial? Jawabnya, terletak pada (pola) komunikasi politik Marzuki Alie. Karena, komunikasi yang efektif--menurut Richard L Hughes (1996)--ditandai oleh kemampuan mengirim dan menerima pesan dengan probabilitas bahwa pesan yang dimaksud benar-benar bisa diterima dan dipahami.
Tak pelak, jika kualitas komunikasi seorang pemimpin--terlebih Marzuki sebagai Ketua DPR--akan berkorelasi positif terhadap kepuasaan anggota DPR yang dipimpin dan juga rakyat yang diwakili di parlemen. Untuk mengetahui tipe kepemimpinan, pesan komunikasi dan konteks komunikasi yang selama diterapkan Marzuki Alie, setidaknya bisa disimpulkan Marzuki Alie masuk kategori pemimpin yang menerapkan konteks komunikasi rendah.
Komukasi dengan konteks rendah itu, sebagaimana dikemukakan Edward T Hall (1976), komunikan tidak mengalami kesulitan dalam memahami arti pesan yang disampikan komunikator; karena jelas, terang, dan disampaikan secara langsung (lugas). Hal itu bertolak belakang dengan komunikasi konteks tinggi yang seringkali menggunakan bahasa bersayap, bahasa tubuh yang tidak jelas sehingga susah dipahami karena tidak to the point. Apa yang diucapkan Marzuki Alie terang, "tanpa tedeng aling-aling", bahkan kerap melakukan kritik (meski kritik itu membangun).
Rupanya, ucapkan Marzuki Alie itu menuai perdebatan dan ditanggapi secara sinis. Sebagai public figure, Marzuki Alie seharusnya bersikap bijak, bukan justru menimbulkan kehebohan. Bahkan, mahasiswa program doktor UI, David Tobing, tak terima tudingan Marzuki Alie dan mendaftarkan gugatan terhadapnya yang dinilai mendiskreditkan perguruan tinggi--terlebih UI.
Tetapi bagi Marzuki, tidak ada yang salah dengan pernyataannya. Jika pernyataannya itu ditanggapi nyinyir, dia menganggap pidatonya tidak dipahami secara utuh. Justru, dia menyampaikan kritik membangun bagi masa depan Perguruan Tinggi. Maka, dia pun heran.
Mengumbar Kontroversi
Marzuki Alie memang bukan sosok yang asing dalam belantika perpolitikan di Indonesia. Apalagi dia tergolong politisi senior dari Partai Demkokrat. Selain itu, yang membuat "nama" Marzuki Alie semakin melambung dan kerapkali dimintai pendapat, tak lain lantaran dia menduduki posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tapi pendapat atau tanggapan yang dikemukakan Marzuki Alie tak jarang mengundang sebagian orang terheran-heran, bahkan dibuat jengah. Sebab, Marzuki Alie kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Sejak menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, setidaknya Marzuki memang sosok fenomenal. Kurang lebih dua tahun lalu, tepatnya 27 Oktober 2010, tatkala Mentawai diguncang tsunami, dengan lucu Marzuki justru memberi komentar tak sedap, "Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal di pantai."
Tak selang lama, 17 Februari 2011, ketika anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri dan membawa serta istrinya, Marzuki Alie menanggapi cibiran publik dengan berkomentar, "Laki-laki sifatnya macam-macam. Ya, perlu diurus untuk minum obat (atau) pengin hubungan dengan istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tak menggunakan uang negara."
Belum ada satu bulan, Marzuki kembali membuat pernyataan yang membuat dada sebagian orang sesak. Dalam menanggapi kasus yang mrenimpa tenaga kerja wanita di luar negeri, dia tak berpihak malah berkomentar sinis, "PRT TKW itu membuat citra buruk. Sebaiknya tidak kita kirim karena memalukan."
Meski berkali-kali mengundang cibiran terkait penyataannya yang dianggap kontroversial, Marzuki bergeming. Bahkan, ketika rencana pembangunan gedung baru DPR mendapat protes keras dari publik (9 Mei 2011), dengan sarkastis menanggapi bahwa "DPR ini bukan ngurusin gedung tetapi rakyat. Jika saudara-saudara tanya soal gedung terus, DPR tak ada lagi, ngurusin gedung saja."
Setelah itu, 13 April 2011, ketika hama ulat bulu menyerang Jakarta, dia kembali membuat statemen kontroversial. "Saya dengar, (serangan hama) ulat bulu sampai ke Jakarta. Itu peringatan Tuhan." Saat berita korupsi mendera Partai Demokrat dan kemudian terungkap skandal megakorupsi yang dilakukan oleh Nazaruddin (mantan Bendahara PD), dengan lugu dia berseloroh, "Jadi kita maafkan semuanya. Capek kita ngurusin masa lalu terus."
Bahkan, Marzuki tak segan-segan untuk membubarkan KPK, "Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK bedol desa, atau lembaganya dibubarkan saja." Pendek kata, Marzuki mengusulkan agar koruptor dimaafkan, asal dana koruptor yang ada di luar negeri masuk ke kas negara dan dikenakan pajak.
Marzuki memang tak henti-henti membuat kontroversi. Pada 21 Desember 2011, ketika Fitra mengkritik anggaran DPR yang dianggap besar karena mencapai Rp69 miliar sekadar untuk renovasi gedung, lagi-lagi Marzuki berkomentar lugu. "Kalau tidak mau keluar biaya, kita tidur saja. Gampang."
Komunikasi Politik
Tapi, terkait pernyataan Marzuki yang dinilai kontroversial, tak jarang dia justru dibuat heran dengan tanggapan dan tudingan yang dialamatkan kepadanya. Dia kerap merasa ucapannya sering dipelintir dan dikutip secara tidak utuh. Tak heran jika Marzuki Alie kerap berang karena dia merasa apa yang dilontarkannya telah dipolitisasi.
Tapi, jika memang kerap dipolitisasi dan dikutip tidak utuh, kenapa bisa sampai hal itu terjadi berkali-kali? Kenapa Marzuki seperti tak henti-henti mengeluarkan pernyataan kontroversial? Jawabnya, terletak pada (pola) komunikasi politik Marzuki Alie. Karena, komunikasi yang efektif--menurut Richard L Hughes (1996)--ditandai oleh kemampuan mengirim dan menerima pesan dengan probabilitas bahwa pesan yang dimaksud benar-benar bisa diterima dan dipahami.
Tak pelak, jika kualitas komunikasi seorang pemimpin--terlebih Marzuki sebagai Ketua DPR--akan berkorelasi positif terhadap kepuasaan anggota DPR yang dipimpin dan juga rakyat yang diwakili di parlemen. Untuk mengetahui tipe kepemimpinan, pesan komunikasi dan konteks komunikasi yang selama diterapkan Marzuki Alie, setidaknya bisa disimpulkan Marzuki Alie masuk kategori pemimpin yang menerapkan konteks komunikasi rendah.
Komukasi dengan konteks rendah itu, sebagaimana dikemukakan Edward T Hall (1976), komunikan tidak mengalami kesulitan dalam memahami arti pesan yang disampikan komunikator; karena jelas, terang, dan disampaikan secara langsung (lugas). Hal itu bertolak belakang dengan komunikasi konteks tinggi yang seringkali menggunakan bahasa bersayap, bahasa tubuh yang tidak jelas sehingga susah dipahami karena tidak to the point. Apa yang diucapkan Marzuki Alie terang, "tanpa tedeng aling-aling", bahkan kerap melakukan kritik (meski kritik itu membangun).
*) N Mursidi, peneliti pada Al-Mu`id Institute, Lasem, Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar